Minggu, 18 Desember 2011

KONSILIASI DAN ARBITRASE DALAM THE UNITED NATIONS COMMISSION ON THE INTERNATIONAL TRADE LAW (UNCITRAL) SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

Meningkatnya transaksi dalam bidang perdagangan internasional secara global menuntut dibutuhkannya mekanisme penyelesaian sengketa dalam bidang tersebut. Maka dibentuk berbagai lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang dibentuk secara organisasi internasional dan befungsi menyelesaikan sengketa perdagangan internasional, melalui cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase. Namun terdapat pula lembaga yang hanya mengeluarkan aturan-aturan mengenai prosedur penyelesaian sengketa, untuk digunakan oleh para pihak yang bersengketa. Salah satu lembaga internasional ini adalah United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL).

A. Sejarah Pembentukan UNCITRAL

Ide untuk pembentukan dari UNCITRAL ini diadakan bukan karena inisiatif dari anggota negara barat, tetapi justru wakil tetap dari Pemerintah Republik Rakyat Hongaria-lah yang telah mengusulkan kepada PBB agar supaya dapat dibentuk UNCITRAL ini berdasarkan ketentuan Pasal 13 (e) dari Peraturan Sidang Umum PBB. Telah diminta agar supaya pada sidang ke 19 daripada PBB dimuat dalam agenda sementara: “pertimbangan untuk mengadakan tindakan-tindakan kearah perkembangan yang progresif di bidang hukum Perdata Internasional , Khususnya untuk meningkatkan perdagangan internasional.”

Maka, UNCITRAL sebagai badan kelengkapan khusus dari Majelis Umum PBB, dilahrikan pada tanggal 17 Desember 1966 melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI).


B. Mandat dan Tugas UNCITRAL

Mandat yang diberikan kepada UNCITRAL adalah sebagai berikut:

(a) Berkoordinasi dengan organisasi yang aktif dalam bidang ini dan mempromosikan kerjasama antar sesama;

(b) Mempromosikan partisipasi yang luas terhadap konvensi internasional yang telah ada dan penerimaan yang luas terhadap model laws dan uniform laws;

(c) Mempersiapkan dan mempromosikan pengadopsian dari konvensi internasional, model laws dan uniform laws yang baru dan mempromosikan kodifikasi dan penerimaan secara luas terhadap syarat, aturan, kebiasaan dan praktik dari perdagangan internasional melalui kerjasama (jika diperlukan) dengan organisasi lain yang bergerak dalam bidang ini;

(d) Mempromosikan cara dan metode dalam memastikan keseragaman intepretasi dan penerapan konvensi internasional dan uniform laws dalam bidang perdagangan internasional;

(e) Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai legislasi nasional dan perkembangan hukum modern, meliputi kasus hukum dalam bidang perdagangan internasional;

(f) Menciptakan dan membina kerjasama yang erat dengan United Nations Conference on Trade and Development;

(g) Membina hubungan dengan organ PBB yang terkait dengan bidang perdagangan internasional;

(h) Melakukan upaya lainya yang diperlukan sehubungan dengan pemenuhan fungsinya.

Tugas utamanya dari UNCITRAL adalah mengurangi perbedaan-perbedaan hukum di antara negara-negara anggota yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional.

Untuk melaksanakan tugas tersebut UNCITRAL berupaya memajukan perkembangan harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara progresif (the progressive harmonization and unification of the law of international trade), antara lain dengan cara mengurangi berbagai hambatan (obstacles) dan kesenjangan peraturan (disparities) di masing-masing negara anggota PBB. Dalam perjalanannya UNCITRAL berkembang menjadi legal body PBB yang berwenang menangani berbagai isu terkait perdagangan internasional.

Dua kata harmonisasi dan unifikasi di atas memiliki pengertian tersendiri bagi UNICTRAL. UNCITRAL beranggapan mandate "harmonization" dan "unification" hukum perdagangan internasional ini dimaksudkan agar perdagangan internasional dapat berlangsung secara lancar. Hal ini penting mengingat perdagangan internasional acapkali terhalang atau tidak lancar karena faktor-faktor seperti tidak adanya kepastian hukum (lack of a predictable governing law), hukum yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Karena itu upaya badan ini tidak lain adalah berupaya membuat produk atau instrumen hukum yang modern yang dapat memberi kebutuhan hukum untuk memperlancar perdagangan internasional dan perkembangan ekonomi dunia.


C. Keanggotaan UNCITRAL

Anggota UNCITRAL dipilih berdasarkan negara anggota PBB. Anggota asli UNCITRAL terdiri dari 29 negara (1966) dan bertambah menjadi 36 negara (1973) dan kembali bertambah menjadi 60 negara (2002). UNCITRAL terdiri dari 60 negara anggota yang ditetapkan oleh General Assembly. Keanggotaannya “dipilih” untuk mewakili keragaman wilayah geografi, tingkat kemajuan ekonomi, dan sistem hukum yang ada di dunia. Anggota yang berjumlah 60 negara tersebut berasal dari 14 Negara Afrika, 14 Negara Asia, 8 Negara Eropa Timur, 10 Negara Amerika Latin dan Karibia, 14 Negara Eropa Barat dan negara lainnya. Masa keanggotaan UNCITRAL adalah enam tahun, dimana masa keanggotaan dari separuh jumlah negara anggota akan habis setiap tiga tahun (dan dapat diperpanjang atau digantikan oleh negara lain dari wilayah geografi yang sama). Negara-negara yang saat ini menjadi anggota UNCITRAL sampai dengan 27 Juni 2011 (angka dalam tanda kurung menandakan masa berakhir keanggotaannya) adalah: Algeria (2016), Argentina (2016), Armenia (2013), Australia (2016), Austria (2016), Bahrain (2013), Benin (2013), Bolivia-Plurinational State of (2013), Botswana (2016), Brazil (2016), Bulgaria (2013), Cameroon (2013), Canada (2013), Chile (2013), China (2013), Colombia (2016), Czech Republic (2013), Egypt (2013), El Salvador (2013), Fiji (2016), France (2013), Gabon (2016), Georgia (2015), Germany (2013), Greece (2013), Honduras (2013), India (2016), Iran-Islamic Republic of (2016), Israel (2016), Italy (2016), Japan (2013), Jordan (2016), Kenya (2016), Latvia (2013), Malaysia (2013), Malta (2013), Mauritius (2016), Mexico (2013), Morocco (2013), Namibia (2013), Nigeria (2016), Norway (2013), Pakistan (2016), Paraguay (2016), Philippines (2016), Poland (2012), Republic of Korea (2013), Russian Federation (2013), Senegal (2013), Singapore (2013), South Africa (2013), Spain (2016), Sri Lanka (2013), Thailand (2016), Turkey (2016), Uganda (2016), Ukraine (2014), United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland (2013), United States of America (2016), dan Venezuela - Bolivarian Republic of (2016).


D. Komposisi Organ UNCITRAL

Organ tertinggi dari UNCITRAL adalah The Commission, terdiri dari perwakilan negara-negara anggota yang hadir dalam Sidang UNCITRAL, yang dilakukan setahun sekali secara bergantian di New York atau Wina. Sidang ini juga dihadiri oleh negara observer maupun lembaga internasional yang terkait seperti International Federation of Consulting Engineers (FIDIC), Organization for Co-operation and Economic Development (OECD), European Commuity, dan sebagainya. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, The Commission membentuk enam Working Groups untuk menangani isu yang berbeda-beda, yaitu: Working Group I (Procurement), II (International Arbitration and Conciliation), III (Transport Law), IV (Electronic Commerce), V (Insolvency Law), dan VI (Security Interests). Masing-masing Working Group melaksanakan tugasnya dalam satu atau dua kali sesi persidangan setiap tahunnya, bertempat di New York atau Wina secara bergantian pula.


E. Instrumen Hukum UNCITRAL

Dalam upaya melakukan harmonisasi hukum perdagangan internasional, UNCITRAL mengeluarkan berbaga instrument hukum atau yang lazimnya disebut sebagai texts. Texts dalam UNCITRAL terdiri dari Legislative Texts dan Non-Legislaltive Texts.

1. UNCITRAL Legislative Texts, merupakan instrument hukum yang dapat diadopsi oleh negara-negara melalui pengundangan legislasi nasional. Legislative Texts ini terdiri dari konvensi (conventions), model hukum (model laws), dan panduan legislatif (legislative guides). Contoh legislative texts yang dikeluarkan UNCITRAL: United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods; Convention on the Limitation Period in the International Sale of Goods; UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration; UNCITRAL Model Law on Procurement of Goods, Construction and Services; United Nations Convention on Independent Guarantees and Stand-by Letters of Credit; UNCITRAL Model Law on International Credit Transfers; United Nations Convention on International Bills of Exchange and International Promissory Notes; United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea, (Hamburg); United Nations Convention on the Liability of Operators of Transport Terminals in International Trade; UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce; UNCITRAL Legislative Guide on Privately Financed Infrastructure Projects; UNCITRAL Model Law on Electronic Signatures; UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation; United Nations Convention on the Assignment of Receivables in International Trade; UNCITRAL Legislative Guide on Insolvency Law and the United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts.

Perbedaan dari konvensi (conventions) dan model hukum (model laws) adalah:

a. Konvensi (Conventions) merupakan sebuah instumen yang mengikat di bawah hukum internasional bagi peserta yang menjadi pihak dalam konvensi tersebut;

b. Model Hukum (Model Laws) merupakan sebuah pola yang disarankan kepada pembuat peraturan (legislatif) dalam pemerintahan nasional agar dapat mempertimbangkannya untuk dimasukkan ke dalam legislasi nasional-nya. Model Laws tidak memiliki signatories (penandatanganan oleh peserta).


2. UNCITRAL Non-Legislative Texts, dapat digunakan oleh para pihak dalam kontrak perdagangan internasional. Non-legislative texts ini terdiri dari aturan (rules), nota / catatan (notes), dan panduan hukum (legal guides). Contoh non-legislative texts yang dikeluarkan UNCITRAL: UNCITRAL Arbitration Rules; UNCITRAL Conciliation Rules; UNCITRAL Notes on Organizing Arbitral Proceedings; UNCITRAL Legal Guide on Drawing Up International Contracts for the Construction of Industrial Works; and UNCITRAL Legal Guide on International Countertrade Transactions.

Kita dapat melihat terdapat sekian banyak instrument hukum yang dikeluarkan oleh UNCITRAL, baik yang bersifat legislative texts, maupun non-legislative texts. Namun diantara instrumen-instrumen hukum tersebut, hanya terdapat beberapa yang mengatur secara khusus mengenai penyelesaian dalam bidang perdagangan internasional, yaitu:

a.UNCITRAL Arbitration Rules 1976 revised in 2010
b.UNCITRAL Conciliation Rules 1980
c.UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration 1985 as amended in 2006
d.UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation 2002
e.UNCITRAL Notes on Organizing International Commercial Arbitration 1996.

Maka, kita dapat melihat bahwa bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam berbagai instrument hukum oleh UNCITRAL (Working Groups II) adalah melalui konsiliasi dan arbitrase.


BAB II
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI KONSILIASI DALAM UNCITRAL

Latar belakang pembuatan Conciliation Rules

Pada sidang ke-11 dari UNCITRAL tahun 1978, dimulai usaha baru agar diberikan prioritas untuk pembuatan Conciliation Rules yang hendak dipakai untuk penyelesaian sengketa dagang internasional. Hal ini disebabkan karena di beberapa negara konsiliasi lebih dipilih daripada arbitrase karena katakteristiknya. Di negara-negara lain, konsiliasi harus berusaha dilakukan sebelum beralih ke arbitrase dan pengadilan. .

Draf rulesnya kemudian disebarluaskan dan dimintakan komentar kepada pemerintah-pemerintah dan Negara-negara anggota PBB dan organisasi-organisasi internasional yang berkepentingan dalam bidang ini. Akhirnya pada siding ke-13, dengan bantuan negara-negara dan organisasi seperti ICC,ICCA, AALCC, commission berhasil membuat UCR 1980.

Conciliation is defined as a “procedure to achieve an amicable settlement with the assistance of an independent third party.” Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai suatu perdamaian secara baik dengan bantuan pihak ketiga. Para pihak berusaha mempertahankan hubungan baik khususnya di bidang perdagangan.

Adapun, konsiliasi memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan alternative penyelesaian sengketa lainnya, yaitu :

1. Voluntary : artinya bahwa penggunaan penyelesaian secara konsiliasi ini sepenuhnya tergantung dari keinginan para pihak, artinya tidak ada paksaan untuk menggunakan proses konsiliasi.

2. Flexible : Para pihak memiliki kebebasan untuk memilih, seperti memilih konsiliator, tempat pelaksaan konsiliasi, bahasa yang digunakan, dan sebagainya.

3. Not binding : Sifat konsiliasi adalah tidak mengikat atau hanya rekomendasi

4. Fast : Relatif lebih cepat karena tidak ada banding dan proses-proses seperti di arbitrase atau pengadilan

5. Informal : Proses konsiliasi memang diperbolehkan untuk dilakukan dengan cara lisan

6. Less expensive : Relatif lebih murah karena biasanya menggunakan 1 konsiliator saja

7. Win-win solution : Menghasilkan solusi yang menguntungkan semua pihak



Ruang Lingkup UNCITRAL Conciliation Rules 1980

Article 1(1) : These Rules apply to conciliation of disputes arising out of or relating to a contractual or other legal relationship where the parties seeking an amicable settlement of their dispute have agreed that the UNCITRAL Conciliation Rules apply.

Di dalam UCR tidak diberikan suatu pembatasan terhadap berlakunya kepada pihak tertentu, wilayah tertentu, atau pokok persoalan tertentu. UCR khusus diadakan untuk berlaku secara universal agar dapat diterima dalam sistem hukum, sosial maupun ekonomi. Dual purpose : promote rules for international trade without discouraging their use in other areas as well. (In cases where a dispute arises in the context of contractual or non contractual, domestic or international = UNIVERSAL)


Pengaturan konsiliasi dalam UNCITRAL

Salah satu bentuk upaya penyelesaian sengketa dalam perdagangan internasional yang diatur dalam aturan UNCITRAL adalah melalui upaya konsiliasi. Menurut J.G. Merills, konsiliasi merupakan penyelesasian sengketa melalui sebuah Komisi yang dibuat oleh para pihak, baik secara permanen maupun ad-hoc, yang bertujuan mengangani sengketa yang terjadi dan memeriksa sengketa secara mandiri, serta memberikan penyelesaian terhadap sengketa yang diajukan oleh para pihak. Dalam UNCITRAL, terdapat dua aturan yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa melalu konsiliasi, yaitu:

1.UNCITRAL Conciliation Rules 1980; dan
2.UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation 2002.

1. UNCITRAL CONCILIATION RULES 1980

UNCITRAL Conciliation Rules 1980 diadopsi oleh UNCITRAL pada tanggal 23 Juli 1980. Instrumen ini menyediakan aturan yang komprehensif mengenai pembentukan konsiliasi terhadap sengketa yang terjadi dalam suatu hubungan komersial. Instrumen ini meliputi segala aspek konsiliasi, seperti memberikan model klausula konsiliasi, mendefinisikan mengenai waktu dimulainya dan berakhirnya konsiliasi, penunjukkan konsiliator, kerahasiaan, dan lain-lain.

Di dalamnya terdapat pengaturan sebagai berikut. Article 1: Application of the rules, Article 2: Commencement of conciliation proceedings, Article 3: Number of conciliators, Article 4: Appointment of conciliators, Article 5: Submission of statements to conciliator, Article 6: Representation and assistance, Article 7: Role of conciliator, Article 8: Administrative assistance, Article 9: Communication between conciliator and parties, Article 10: Disclosure of information, Article 11: Co-operation of parties with conciliator, Article 12: Suggestions by parties for settlement of dispute, Article 13: Settlement agreement, Article 14: Confidentiality, Article 15: Termination of conciliation proceedings, Article 16: Resort to arbitral or judicial proceedings, Article 17: Costs, Article 18: Deposits, Article 19: Role of conciliator in other proceedings, Article 20: Admissibility of evidence in other proceeding. Berikut akan dibahas mengenai beberapa pengaturan

1. Penerapan Aturan (Application of the Rules) – Article 1
(1) Aturan ini diterapkan apabila terjadi hubungan kontraktual atau hubungan lainnya, dimana para pihak memutuska untuk menerapkan aturan UNCITRAL ini untuk menyelesaikan sengketa

(2) Para pihak dibeb askan untuk mengecualikan dan mengubah aturan-aturan dalam Rules ini kapanpun.

(3) Jika terdapat perselisihan hukum antara suatu hukum yang tidak bisa tidak didahulukan terhadap Rules UNCITRAL ini, maka hukum tersebutlah yang berlaku.


2. Pembentukan Majelis Konsiliasi (Commencement of Conciliation Proceedings) – Article 2

Pihak yang menggagaskan pertama kali untuk dilakukanya sebuah konsiliasi, memberikan undangan (invitation) terhadap pihak lainnya untuk melakukan konsiliasi, dengan menyebutkan subjek dari sengketa (1). Pembentukan Majelis Konsiliasi dapat dilakukan jika pihak yang diundang menerima undangan tersebut. Jika undangan tersebut dilakukan secara lisan, direkomendasikan untuk dituangkan dalam tulisan (2). Jika pihak yang diundang menolak undangan, maka Pembentukan Majelis Konsiliasi tidak dapat dilakukan (3), atau jika tidak memberikan jawaban terhada undangan dalam tempo 30 hari atau yang ditentukan dalam undangan, maka pihak yang diundang dianggap telah menolak (4).

3. Jumlah Konsiliator (Number of Conciliators) – Article 3

Jumlah konsiliator terdiri dari satu orang, atau jika para pihak sepakat, jumlah konsiliator dapat terdiri dari dua-tiga orang.

4. Penunjukkan Konsiliator (Appointment of Conciliators) – Article 4

Jika konsiliator terdiri dari satu orang, maka para pihak menyepakati penunjukkan konsiliator tunggal tersebut. Apabila konsiliator terdiri dari dua orang, maka masing-masing pihak menunjuk masing-masing satu konsiliator. Apabila konsiliator terdiri dari tiga orang, masing-masing pihak menunjuk masing-masing satu konsiliator dan konsiliator ketiga akan disepakati bersama (1). Para pihak juga dapat meminta bantuan institusi atau perorangan dalam menunjuk konsiliator (2).

5. Penyerahan Pernyataan kepada Konsiliator (Submissions of Statements to Conciliator) – Article 5

Konsiliator berhak meminta para pihak untuk menyerahkan pernyataan tertulis perihal dasar persengketaan masing-masing. Salinan dari masing-masing pihak diberikan kepada satu sama lain (1). Konsiliator juga berhak untuk meminta para pihak menyerahkan pernyataan tambahan ditambah dengan dokumen-dokumen atau fakta pendukung lainnya yang terkait. Salinan dari masing-masing pihak diberikan kepada satu sama lain (2). Dalam waktu kapanpun, konsiliator berhak memint para pihak menyerahkan berbagai informasi yang berkaitan, jika konsiliator merasa membutuhka (3).

6. Perwakilan dan Bantuan (Representation and Assistance) – Article 6
Para pihak dapat diwakilan dan dibantu oleh orang-orang yang dipilih masing-masing.

7. Kesepakatan Penyelesaian (Settlement Agreement) – Article 13

Jika konsiliator merasa telah menemukan jalan keluar untuk penyelesaian sengketa bagi para pihak, maka ia memformulasikan penyelesaian sengketa ini kepada para pihak (1). Jika para pihak menyepakati jalan keluar untuk penyelesaian sengketa yang diberikan konsiliator, maka kesepakatan ini dinyatakan secara tertulis. Para pihak dapat menambahkan klausul dalam perjanjian kesepakatan ini, dimana apabila terjadi sengketa dalam kesepakatan ini, maka dapati diajukan kepada Majelis Arbitrase (2).

8. Berakhirnya Majelis Konsiliasi (Termination of Conciliation Proceedings) –Article 15

Majelis konsiliasi berakhir ketika: Para pihak menandatangani kesepakatan penyelesaian sengketa (a), deklarasi tertulis oleh konsiliator, apabila konsiliasi sudah tidak dapat dilanjutkan lagi (b), deklarasi tertulis oleh para pihak, yang menyatakan bahwa konsiliasi dinyatakan berakhir, deklarasi oleh salah satu pihak dan konsiliator, yang menyatakan bahwa konsiliasi dinyatakan berakhir.

9. Upaya Arbitrase atau Pengadilan (Resort to Arbitral or Judicial Proceedings) – Article 16

Para pihak dilarang melakukan upaya arbitrase atau pengadilan di tengah-tengah konsiliasi kecuali salah satu pihak memutuskan untuk menempuh upaya arbitrase atau pengadilan, dalam rangka mempertahankan hak-haknya.

10. Biaya (Cost) - Article 17

Pada saat berakhirnya Majelis Konsiliasi, konsiliator memberitahu dan memberikan biaya-biaya yang harus dibayar kepada para pihak, yang meliputi (1): Biaya konsiliator dengan jumlah yang wajar (a), biaya perjalanan dan pengeluaran lainnya dari konsiliator (b), biaya perjalanan dan pengeluaran lainnya dari saksi-saksi yang diminta oleh konsiliator (c), biaya para ahli yang diminta oleh konsiliator dan disetujui oleh para pihak (d), biaya bantuan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) (b) dan 8 aturan ini (e), yaitu jasa peneydiaan konsiliator oleh institusi atau perorangan dan biaya administrasi.

11. Deposit (Deposits) – Article 18

Konsiliator berhak meminta para pihak mendepositkan biaya terlebih dahulu dalam rangkal Pasal 17 ayat (1), yaitu biaya honor konsiliator (1) dan dapat meminta deposit biaya tambahan pada saat Majelis Konsiliasi dilakukan. Jika ketentuan deposit ini tidak dibayar oleh para pihak dalam waktu tiga puluh hari, maka konsiliator dapat menunda persidangan atau mengakhiri konsiliasi.

2. UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation 2002

UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation 2002 diadopsi pada tanggal 24 Juni 2002, dimana model law ini memberikan aturan yang seragam terhadap penerapan konsiliasi untuk lebih menjamin kepastian dari tiap proses konsiliasi yang dilakukan.

Sedangkan untuk model conciliation clause, terdapat 2 variant yaitu :

a. Variant A :

Di dalam kontrak disebutkan bahwa bila terjadi sengketa, para pihak sepakat untuk mencari penyelesaian sengketa dengan konsilias dengan menggunakan UCR.

b. Variant B :

Di dalam kontrak disebutkan bahwa bila terjadi sengketa, para pihak sepakat bahwa sebelum perkara di bawa ke pengadilan/arbitrase, terlebih dulu akan dilakukan konsiliasi dengan UCR.






BAB III
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI ARBITRASE DALAM UNCITRAL

A. UNCITRAL Arbitration Rules 1976 Revised in 2010
1. Jenis-jenis Arbitrase yang dikenal dalam sistem hukum adalah:
a. Ad-Hoc (Volunter):

• Dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu;

• Bersifat insidentil atau kasuistik;

• Jika sengketa selesai diperiksa dan diputus, maka tugas arbiter ad-hoc sesuai pembentukannya, akan berakhir.

• Tidak terikat dan terkait dengan salah satu badan arbitrase.

• Tunduk sepenuhnya thd tata cara yang ditentukan dalam aturan yang disepakati para pihak


b. Institusional:

• Lembaga atau badan yang bersifat permanen;

• Pendirian dan pembentukannya ditujukan untuk menangani sengketa yang timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Contoh: ICC dan BANI


2. Latar Belakang UNCITRAL Arbitration Rules

Sejak dahulu, PBB memiliki peran yang sangat penting dalam bidang arbitrase. Pencapaian pertama oleh PBB dalam bidang arbitrase adalah Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958. Pada tahun 1966 UNCITRAL dibentuk.

Seperangkat aturan mengenai arbitrase UNCITRAL Arbitration Rules diadopsi pada tahun 1976 namun direvisi pada tahun 2010. Alasan revisi ini adalah untuk menyesuaikan perubahan-perubahan dalam praktik arbitrase selama 30 tahun. Revisi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi arbitrase di bawah Rules dan tidak mengubah struktur asli dari teks, semangat atau gaya penyusunan. UNCITRAL Arbitration Rules diterima baik negara berkembang maupun negara maju sebagai alat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase ad-hoc.


Pengaturan Penting dalam UNCITRAL Arbitration Rules

1. Lingkup Penerapan (Scope of Application) – Article 1

Jika para pihak sepakat bahwa sengketa yang terjadi akibat hubungan hukum baik kontraktual atau tidak, akan diselesaikan melalui arbitrase di bawah UNCITRAL Arbitration Rules. Maka sengketa akan diselesaikan berdasarkan aturan ini dan dapat dimodifikasi sesaui dengan kesepakatan para pihak (1).

2. Pemberitahuan Arbitrase (Notice of Arbitration) – Article 2

Pihak atau para pihak yang berinisiatif untuk mengajukan arbitrase (penggugat / claimant) akan berkomunikasi dengan pihak atau pihak lainnya (yang disebut tergugat / respondent) perihal pemberitahuan arbitrase (1). Arbitrase dinyatakan sudah dimulai sejak pemberitahuan arbitrase diterima terguguat (2).

3. Menentukan atau Menunjuk Pihak Berwenang (Designating and Appointing Authorities) – Article 6

Jika para pihak belum sepakat terhadap Pihak Berwenang untuk Menunjuk, maka salah satu pihak kapan saja dapat mengusulkan satu atau lebih institusi atau orang, termasuk Permanent Court of Arbitration (PCA) yang berfungsi sebagai Pihak Berwenang untuk Menunjuk (1). Jika para pihak belum sepakat atas Pihak Berwenang untuk Menunjuk setelah 30 hari usulan diajukan dan diterima oleh semua pihak, maka salah satu pihak dapat mengajukan kepada Sekretaris Jendral PCA untuk menentukan Pihak Berwenang untuk Menunjuk (2). Meskipun para pihak telah menyepakati mekanisme pengangkatan arbiter, tetapi dalam praktik dapat terjadi proses hambatan. Misalnya salah satu pihak tidak menyetujui arbiter yang diangkat oleh pihak lainnya atau kedua arbiter yang telah diangkat oleh masing-masing pihak tidak mencapai kesepakatan dalam emngangkat arbiter ketiga. Dalam keadaan yang seperti ini, maka keberadaan lembaga Pihak Berwenang untuk Menunjuk menjadi sangat diperlukan guna mencegah terhadinya dead lock dalam pengangkatan arbiter, dan sekaligus mencegah “a party’s misconduct or neglect from paralyzing the arbitral process”.

4. Jumlah Arbiter (Number of Arbitrators) – Article 7

Jika para pihak sebelumnya tidak sepakat mengenai jumlah arbiter dan jika setelah 30 hari sejak pemberitahuan arbitrase diterima tergugat belum ditentukan bahwa akan hanya ada arbiter tunggal, maka tiga arbiter akan ditunjuk (1).

5. Penunjukkan Arbiter (Appointment of Arbitators) – Article 8 and 9

Jika para pihak tidak setuju terhadap usulan arbiter tunggal, maka Pihak Berwenang untuk Menunjuk akan menunjuk arbiter tunggal (Art 8:1). Jika terdapat tiga arbiter, maka masing-masing pihak akan menunjuk satu arbiter. Dua arbiter yang ditunjuk akan menunjuk arbiter ketiga sebagai pimpinan majels arbitrase (Art 9:1).

6. Tempat Arbitrase (Place of Arbitration) – Article 18

Jika para pihak tidak menyepakati tempat dilaksanakannya arbitrase, aka Majelis memutuskan tempat dilaksanakannya arbitrase berdasarkan keadaan-keadaan yang terkait dengan kasus. Putusan Arbitrase dianggap dilakukan di tempat arbitrase dilaksanakan (1).

7. Bahasa (Language) – Article 19

Berdasarkan kesepakatan oleh para pihak, ditentukan bahasa yang digunakan dalam persidangan (1).

8. Putusan (Award) – Article 33

Jika terdapat lebih dari stu arbiter, maka putusan majelis arbitrase diputuskan melalui suara mayoritas (1).

9. Bentuk dan Keberlakuan Putusan (Form and Effect of the Award) – Article 34

Semua putusan dinyatakan dalam bentuk tertulis dan bersifat final dan mengikat. Para pihak harus menjalankan putusan dengan segera (2).

10. Definisi Biaya (Definition of Costs) – Article 40

Majelis Arbitrae menyatakan biaya arbitrase dalam putusan akhir, atau dalam keputusan terpisah, jika diperlukan (1). Biaya-biaya meliputi (2):

a. Biaya Majelis Arbitrase dan biaya arbiter;

b. Biaya wajar perjalanan dan pengeluaran lainnya dari arbiter;

c. Biaya wajar dari pendapat para ahli dan bantuan lainnya;

d. Biaya wajar perjalanan dan pengeluaran lainnya dari saksi yang disetujui oleh Majelis;

e. Biaya hukum dan biaya lainnya yang dibutuhkan oleh para pihak;

f. Biaya atau pengeluaran lainnya perihal Pihak yang Berwenang untuk Menunjuk, meliputi pula biaya dari Sekretaris Jendral PCA.


11. Alokasi Biaya (Allocation of Costs) – Article 42

Biaya arbitrase dibebankan kepada pihak atau para pihak yang kalah. Namun Majelis Arbitrase dapat membagi biaya-biaya kepada para pihak, berdasarkan alasan yang dapat diterima, yang didasarkan pada kasus yang terjadi (1).
12. Deposit Biaya (Deposit of Costs) – Article 43

Majelis Arbitrase dapat meminta para pihak untuk membayar sejumlah uang untuk deposit biaya yang berhubungan dengan Pasal 40 butir a-c, yaitu Biaya Majelis Arbitrase dan biaya arbiter; Biaya wajar perjalanan dan pengeluaran lainnya dari arbiter; dan Biaya wajar dari pendapat para ahli dan bantuan lainnya (1). Jika deposit yang dipersyaratkan tidak dibayar lebih dari 30 hari, maka majelis Arbitrase dapat memperingati para pihak untuk membayar. Jika tetap tidak dibayar, Majelis dapat menunda atau mengakhiri persidangan arbitrase (2).



BAB IV
KASUS-KASUS YANG MENGGUNAKAN UNCITRAL SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Pada dasarnya sifat dari arbitrase dan konsiliasi dalam UNCITRAL ini adalah rahasia dan privat. Memang tidak diperlukan suatu badan yang membimbing arbitrator maupun konsiliator berikutnya karena penyelesaiannya dilakukan per kasus. Tidak diperlukan untuk mempublikasi hasil keputusan atau kesepakatan yang telah tercapai karena perlu melindungi nama baik para pihak dan rahasia-rahasia perdagangan dan informasi yang dimiliki. Berikut kasus-kasus yang pernah menggunakan UNCITRAL RULES.


1. Contract of Work between the Government of the Republic of Indonesia and PT. Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) 1986

Di dalam kontrak karya ini telah ada pengaturan mengenai penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak. Pada pasal 21 Kontrak Karya tersebut, disebutkan bahwa mekanisme penyelesaian perselisihan diantara kedua belah pihak yakni melalui rekonsialiasi atau arbitrase. Rekonsiliasi dalam perjanjian tersebut mengacu pada peraturan-peraturan UNCITRAL yang telah disetujui oleh PBB melalui resolusi 35/52.

Sementara arbitrase didasarkan pada UNCITRAL yang telah disetujui oleh PBB melalui resolusi 35/52 pada tanggal 15 Desember 1976 yang berjudul Arbitration Laws of United Nations Commition on International Trade Law.


Kasus Pemerintah Indonesia dengan PT NNT

Kasus ini awalnya terjadi karena adanya default atau pelanggaran terhadap kontrak tentang kewajiban divestasi oleh PT NNT. Pasal 24(4)Kontrak Karya (KK), perusahaan tambang PT NNT harus mendivestasikan (menawarkan atau menjual) saham-sahamnya sekurang-kurangnya 15% (tahun ke-5), 23% (tahun ke-6), 30% (tahun ke-7), 37% (tahun ke-8), 44% (tahun ke-9), dan 51% (tahun ke-10). Proses arbitrase : 15 Juli-8 Desember 2008 ; Panel terdiri atas tiga anggota. Dua orang adalah ahli hukum yang masing-masing ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia, yaitu M Sonnarajah, dan pihak Newmont (Stephen Schwebel) dan satu ahli independen yang sekaligus menjadi ketua panel (Robert Briner).

Berdasarkan proses arbitrase penyelesaian sengketa divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang telah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 8 sampai dengan 13 Desember 2008 di bawah prosedur arbitrase United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Majelis Arbitrase (Arbitral Tribunal) pada tanggal 31 Maret 2009 telah mengeluarkan putusan akhir (final award), yang pada pokoknya memenangkan Pemerintah Republik Indonesia.

Majelis Arbiter yang terdiri dari panel yang dikenal secara internasional, menyatakan ::
c. Memerintahkan PT NNT untuk melaksanakan ketentuan pasal 24.3 Kontrak Karya.
d. Menyatakan PT NNT telah melakukan default (pelanggaran perjanjian)

e. Memerintahkan kepada PT NNT untuk melakukan divestasi 17% saham, yang terdiri dari divestasi tahun 2006 sebesar 3% dan tahun 2007 sebesar 7% kepada Pemerintah Daerah. Sedang untuk tahun 2008 sebesar 7%, kepada Pemerintah Republik Indonesia. Semua kewajiban tersebut diatas harus dilaksanakan dalam waktu 180 hari sesudah tanggal putusan Arbitrase.

f. Saham yang didivestasikan harus bebas dari gadai (”Clean and Clear”) dan sumber dana untuk pembelian saham tersebut bukan menjadi urusan PT NNT.

g. Memerintahkan PT NNT untuk mengganti biaya-biaya yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah untuk kepentingan Arbitrase dalam perkara ini, dan harus dibayar dalam tempo 30 hari sesudah tanggal putusan Arbitrase.
(Divestasi 17% selama tiga tahun yakni 2006-2008 dengan nilai total US$817 juta)


2. Kontrak antara PT Newmont Minahasa dan Pemerintah Indonesia 1986

Tahun 2005, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta ganti rugi materiil sebesar AS$ 117,68 juta dan imateriil Rp150 miliar kepada PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR). KLH menilai NMR melanggar Pasal 22 ayat(1) Undang-undang No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menuntut NMR di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. NMR menolak diadili di pengadilan dan mengacu pada klausul arbitrase yang sudah dinotifikasi dimana kedua belah pihak telah menunjuk United Nation Commision on International Trade Law (UNCITRAL) sebagai pilihan forum penyelesaian sengketa.

Awalnya, KHL mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Sleatan. Namun dengan berpedoman dengan kontrak karya yang menyebutkan konsiliasi atau arbitrase sebagai penyelesaian sengketa bila terjadi sengketa, maka pengadilan menyatakan diri tidak berwenang mengadili kasus tersebut. Saat hendak mengajukan upaya banding, pihak KLH dan PT NMR berhasil melakukan negosiasi. Pada akhirnya kasus ini berujung dengan perdamaian dengan konsekuensi NMR wajib membayar ganti rugi atau kompensasi dana pengembangan komunitas $US 30 juta, yang dilampirkan dibawah ini.

Perjanjian Niat Baik (Goodwill Agreement) Mengenai Gagasan-gagasan Pemantauan dan Pembangunan Berkelanjutan Pasca Tambang 2006
Lampiran I – Mekanisme Penyelesaian Perselisihan

1. Dalam hal terjadi perselisihan, kontroversi, atau gugatan yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini, atau wanprestasi, pengakhiran atau ketidakabsahan Perjanjian ini (“Perselisihan”), para pihak akan mempertimbangkan untuk menyelesaikan Perselisihan itu dengan menggunakan konsiliasi sesuai dengan UNCITRAL Conciliation Rules yang berlaku saat ini (“UNCITRAL Conciliation Rules”).

Konsiliasi diawali dengan undangan tertulis dari pihak yang satu kepada pihak lainnya.

2. Jika salah satu pihak tidak ingin menggunakan atau melanjutkan penggunaan konsiliasi, dan memberitahukan hal ini secara tertulis kepada pihak lainnya, atau konsiliasi tidak

menyelesaikan Perselisihan dalam waktu 60 hari setelah diterimanya surat undangan untuk melakukan konsiliasi, atau jangka waktu tambahan sebagaimana disepakati oleh para pihak secara tertulis, maka Perselisihan harus diajukan kepada dan diselesaikan pada tingkat final oleh arbitrase sesuai dengan UNCITRAL Arbitration Rules yang berlaku saat ini (“UNCITRAL Arbitration Rules”).

3. Jumlah arbiter adalah tiga (3) yang akan diangkat sesuai ketentuan UNCITRAL Arbitration Rules.

4. Pihak yang berwenang untuk melakukan pengangkatan (appointing authority) berdasarkan ketentuan UNCITRAL Arbitration Rules adalah Ketua (Chairman) dari Singapore International Arbitration Centre (“SIAC”).

5. Bahasa yang digunakan dalam konsiliasi dan arbitrase adalah Bahasa Inggris.

6. Tempat arbitrase adalah di Singapura.

7. Diajukannya Perselisihan kepada arbitrase tidak merupakan alasan bagi para pihak untuk tidak melanjutkan pelaksanaan kewajiban-kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini, kecuali dalam hal suatu pengakhiran Perjanjian ini secara sah berdasarkan ketentuan-ketentuan Perjanjian ini.



BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Saat ini terdapat banyak alternative penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh para pihak yang bersengketa secara internasional khususnya di bidang perdagangan internasional. Salah satunya adalah The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) yang merupakan badan kelengkapan khusus dari Majelis Umum PBB. Badan ini dibentuk pada tahun 1966. Pembentukannya didasarkan pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI) tanggal 17 Desember 1966.

Tujuannya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan hukum di antara negara-negara anggota yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional. Untuk melaksanakan tugas tersebut UNCITRAL berupaya memajukan perkembangan harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara progresif (the progressive harmonization and unification of the law of international trade).

UNCITRAL memainkan peranan yang sangat penting terhadap perkembangan alternatif penyelesaian sengketa, dengan partisipasi para alhi internasional dengan latar belakang hukum, ekonomi dan sosial sehingga dapat menciptakan aturan yang dapat digunakan dalam kontrak perdata bila terjadi sengketa, yaitu :

1. UNCITRAL Arbitration Rules 1976 revised in 2010;
2. UNCITRAL Conciliation Rules 1980;

Pada dasarnya sifat dari arbitrase dan konsiliasi dalam UNCITRAL ini adalah rahasia dan privat. Memang tidak diperlukan suatu badan yang membimbing arbitrator maupun konsiliator berikutnya karena penyelesaiannya dilakukan per kasus. Tidak diperlukan untuk mempublikasi hasil keputusan atau kesepakatan yang telah tercapai karena perlu melindungi nama baik para pihak dan rahasia-rahasia perdagangan dan informasi yang dimiliki. Kasus-kasus yang pernah menggunakan UNCITRAL RULES sebagai penyelesaian sengketa di antaranya adalah kasus Contract of Work between the Government of the Republic of Indonesia tentang divestasi saham dan juga kasus PT.
Newmont Nusa Tenggara 1986 Kontrak antara PT Newmont Minahasa dan Pemerintah Indonesia 1986 terkait kasus pencemaran lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA


LITERATUR
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis, (Jakarta: Yayasan Obor, 2010

Gary B. Born. International Commercial Arbitration in the US: Commentary and Materials, (The Netherlands: Kluwer Law and Taxation Publishers)

Sudargo Gautama, Hukum Dagang Internasional, (Bandung: PT Alumni, 2010)

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)

Isaak Ismail Dore, Arbitration and conciliation under the UNCITRAL rules: a textual analysis, Martinus Nijhoff PublisherS, Boston, 1986
J.G. Merills. International Dispute Settlement, 2nd ed., (Cambridge: Cambridge University Press, 1995)

William K. Slate II, Seth H. Lieberman, Joseph R. Weiner, Marko Micanovic, UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) ITS WORKINGS IN INTERNATIONAL ARBITRATION AND A NEW MODEL CONCILIATION LAW, 2005



PERATURAN

UNCITRAL, The UNCITRAL Guide, Basic Facts about the United Nations Commision on International Trade Law, (Vienna: United Nations, 2007)

UN General Assembly Resoultion 2205 (XXI) of 17 December 1966, Establishing United Nations Commission on International Trade Law, Part II Paragraph 8.

2002 - UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation with Guide to Enactment and Use

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Jalan Medan Merdeka Barat No. 3 Jakarta Pusat 10110, Telepon : 3459444 (Hunting), Fax 3453289, 3843768 Website : http://www.menkokesra.go.id – e-mail : informasi@menkokesra.go.id




INTERNET

UNCITRAL.org, “Origin, mandate and Composition of UNCITRAL,” , diakses 8 Desemeber 2011.

UNCITRAL.org, FAQ Texts, http://www.uncitral.org/uncitral/en/uncitral_ texts_ faq. html, diakses pada tanggal 8 Desember 2011.

http://www.uncitral.org/uncitral/en/uncitral_texts/arbitration/2002Model_conciliation.html




*dimuat sebagai tugas pada mata kuliah penyelesaian sengketa internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger