Rabu, 22 Juni 2011

Law and development Theory

A. Pendahuluan

Law and Development Theory dan Law and Dependence Theory merupakan sebuah teori yang dapat dikatakan sebagai sebuah perkembangan akhir dari teori filsafat yang telah ada sebelumnya.

Dalam Law and Development terdapat sebuah Teori lain yang pada dasarnya di jelaskan secara implisit dalam Law and Development Theory dan teori tersebut adalah Modernization Theory Law and Dependency Theory yang pada umumnya berkembang di wilayah negara-negara maju

Law and Development Theory sendiri telah menjadi bidang yang ada dalam studi akademik selama 30 tahun. Sebagai disiplin ilmu yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial pada awal 1950an,


B. Modernization Theory

Teori modernisasi merupakan sebuah paradigma yang paling pertama menjelaskan tentang pergerakan perkembangan politik. Perkembangan teori ini berkembang sebagai akibat dari perang dunia ke-dua terutama setelah adanya usaha dari para ahli ekonomi Amerika, pakar politik dan ahli sosiologi.

Modernization Theory melahirkan Law and Development Theory dalam bidang hukum. Hubungan ini mengikat nasib mereka bersama: keruntuhan Modernization Theory pada awal tahun 1970-an membawa serta jatuhnya Law and Development Theory yang sempat terlahir sepuluh tahun sebelumnya.

Modernization Theory yang mengacu pada teori Structural Functional yang dikembangkan oleh Tacott Parson. Pada intinya teori ini menekankan bahwa pembangunan merupakan proses evolusioner tidak terhindarkan harus mengarah pada peningkatan diferensiasi social yang membentuk lembaga-lembaga ekonomi, politik dan sosial seperti pada masyarakat Barat: pembentukan pasar bebas, lembaga politik liberal-demokrat, dan The Rule of Law. Proses pembangunan politik tersebut harus memenuhi empat elemen yang menjadi esensi, elemen tersebut antara lain :

a. Rasionalisasi, elemen yang di dasarkan pada dikomi yang familiar dalam teori sosial dari Durkheim, Weber, Tonnies dan Talcot Parsons untuk mewujudkan adanya pergeseran dari: masyarakat yang bersifat particular menjadi masyarakat yang bersifat universal, menjadikan sesuatu yang masih bersifat ascription menuju pencapaian achievement, dan melakukan perubahan yang mendasar terhadap tindakan yang bersifat affectifity menjadi affective neutrality;

b. Integrasi nasional, sebagai bayangan tentang adanya gambaran konflik-konflik etnis di Negara-negara berkembang;

c. Demokratisasi, menekankan adanya pluralism, competitiveness, accountability, dan

d. mobilisasi politik dengan kegiatan pencerdasan masayarakat yang dapat dicapai melalui proses pendidikan.

Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut, Negara-negara maju –terutama Amerika Serikat—menyediakan talangan/kredit dana dalam jumlah luar biasa kepada Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Setelah dua dekade proyek raksasa tersebut berjalan, pada tahun 1974 para penganjur teori tersebut akhirnya menyatakan bahwa Modernization Theory berada pada kondisi yang kritis, karena tidak mampu mewujudkan teori tersebut ke dalam kenyataan di Negara-negara berkembang.

Namun pendukung teori ini tidak mau jujur mengakui kegagalan teorinya yang diterapkan di Negara-negara berkembang, tetapi sebaliknya justru mengkambing-hitamkan Negara berkembang sebagai sumber kegagalan teori mereka. Mereka menuduh rendahnya mentalitas penduduk Negara-negara Berkembang memang tidak mampu mewujudkan persyaratan yang dituntut oleh teori mereka, bukan teori mereka yang gagal.

Sebagai anak kandung Modernization Theory, Law and Development movement juga menekankan bahwa perkembangan evolusi di Negara-negara berkembang harus menghasilkan lembaga-lembaga dan ideal-ideal hukum seperti yang ada pada masyarakat Barat. Namun lonceng kematian Modernization Theory telah menggariskan takdir Law and Development movement.

Paradigma sistem sosial Talcott Parsons, yang berdasarkan pendekatan struktural fungsional, dan dalam sibernetikanya memandang hukum hanya merupakan sub dari sub-sistem sosial, sebagaimana dapat disederhanakan pada gambar 2, memang tidak pantas dipergunakan sebagai pisau analisa, karena teori ini merendahkan peran hukum, yang dalam kajian tersebut derajatnya ditentukan lebih rendah dari lembaga-lembaga politik dan ekonomi.

Pada kajian yang melibatkan peran hukum dalam masyarakat, penulis berpendapat seyogyanya dipergunakan paradigma hukum sebagai inter-sub sistem sosial, sebagaimana tampak pada gambar 2 berikut. Dalam paradigm ini, hukum berperan untuk menghubungkan dan mengintegrasikan seluruh sub-sistem social, bukan sebagai bagian yang lebih rendah derajatnya di banding sub-sub system sosial lainnya. Berdasarkan paradigma ini, hukum berada pada semua bagian –merupakan inter-sub sistem--, dari sistem sosial (dalam arti luas), baik pada sub-sistem ekonomi, sub-sistem politik maupun sub-sistem bidang kehidupan sosial lainnya, yang disebut sebagai sub-sistem sosial (dalam arti sempit).



C. Dependency Theory

Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga telah menumbuhkan sikap kritis beberapa ilmuan sosial untuk memberikan suatu teori pembangunan yang baru, yang tentu saja mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teori yang telah ada. Kritikan terhadap modernisasi yang dianggap sebagai “musang berbulu domba” dan cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya negara-negara Amerika Latin menjalankan modernisasinya.

Frank sebagai pelopor kemunculan teori dependensi, pada awalnya menyerang pendapat Rostow. Frank menganggap Rostow telah mengabaikan sejarah. Sejarah mencatat bagaimana perkembangan dunia ketiga yang tatanan ekonominya telah dihancurkan oleh negara dunia pertama selama masa kolonial. Pemikiran Frank terus bergulir dan disambut oleh pemikir sosial lainnya seperti Santos, Roxborough, Cardoso dan Galtung.


a. Radikalisme ala Marx

Teori dependensi merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ini didasari fakta lambatnya pembangunan dan adanya ketergantungan dari negara dunia ketiga, khususnya di Amerika Latin. Teori dependensi memiliki saran yang radikal, karena teori ini berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industri yang bersistem kapitalisme. Analisis Marxis terhadap teori dependensi ini secara umum tampak hanya mengangkat analisanya dari permasalahan tataran individual majikan-buruh ke tingkat antar negara. Sehingga negara pusat dapat dianggap kelas majikan, dan negara dunia ketiga sebagai buruhnya.

Sebagaimana buruh, ia juga menyarankan, negara pinggiran mestinya menuntut hubungan yang seimbang dengan negara maju yang selama ini telah memperoleh surplus lebih banyak (konsep sosialisme). Analisis Neo-Marxis yang digunakannya memiliki sudut pandang dari negara pinggiran.

Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.


b. Pendekatan Historis Struktural

Perspektif dependensi muncul setelah perspektif modernisasi diterapkan di banyak negara terbelakang. Pengamatan yang dilakukan oleh ahli sejarah telah memberikan gambaran serta dukungan bukti empirik terhadap kegagalan modernisasi. Sebagai sebuah kritik, dependensi harus dapat menguraikan kelemahan-kelemahan dari modernisasi dan mengeluarkan pendapat baru yang mampu menutup kelemahan tersebut.

Penggunaan metode hidtoris struktural telah memberikan bukti empirik yang sangat cukup untuk memberikan kritik terhadap modernisasi. Sebagai sebuah proses perubahan sosial yang memakan waktu sangat lama, pembangunan erat kaitannya dengan sejarah perkembangan suatu negara. Oleh karena itu tidak salah apabila Frank menyatakan bahwa perkembangan ekonomi negara saat ini tidak lepas dari begaimana keadaan sejarah ekonomi, politik dan sosialnya di masa lalu.


c. Asumsi serta Tesis dari Frank dan Santos

Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau industri dan negara ketiga), dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis.

Terdapat beberapa asumsi dasar dalam perspektif dependensi yang disampaikan oleh beberapa ahli. Frank menyatakan bahwa pemahaman terhadap sejarah ekonomi, sosial dan politik menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kebijakan pembangunan pada suatu negara. Karakteristik suatu negara yang khas dapat dikaji dari perspektif historis. Pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh negara terbelakang saat ini sebenarnya merupakan hasil pengalaman sejarah negara maju yang kapitalis seperti negara-negara Eropa dan Amerika Utara.

Terdapat perbedaan sejarah yang sangat mendasar antara negara maju dan negara bekas koloni atau daerah jajahan sehingga menyebabkan struktur sosial masyarakatnya berbeda. Frank juga menganggap adanya kegagalan penelitian sejarah dalam menganalisis hubungan ekonomi yang terjadi antara negara penjajah dan negara jajahannya selama masa perdagangan dan imperialisme. Pembangunan ekonomi merupakan sebuah perjalanan menuju sistem ekonomi kapitalisme yang terdiri dari beberapa tahap. Saat ini negara terbelakang masih berada pada awal tahapan tersebut.

Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :

1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.

2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju. Tesis ini dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu “isolasi temporer” yang disebabkan oleh krisis perang atau melemahnya ekonomi dan politik negara pusat. Frank megajukan bukti empirik untuk mendukung tesisnya ini yaitu pada saat Spanyol mengalami kemunduran ekonomi pada abad 17, perang Napoleon, perang dunia pertama, kemunduran ekonomi pada tahun 1930 dan perang dunia kedua telah menyebabkan pembangunan industri yang pesat di Argentina, Meksiko, Brasil dan Chili. Pengertian isolasi yang kedua adalah isolasi secara geografis dan ekonomi yang menyebabkan ikatan antara “pusat-satelit” menjadi melemah dan kurang dapat menyatukan diri pada sistem perdagangan dan ekonomi kapitalis.

3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu. Frank menjelaskan bahwa pada negara satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi “sapi perah” bagi negara pusat. Negara satelit tersebut hanya sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat dibutuhkan sebagai modal dalam sebuah industri kapitalis di negara pusat.

4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat. Perkebunan yang dirintis oleh negara pusat ini menjadi cikal bakal munculnya industri kapitalis yang sangat besar yang berdampak pada eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit.

5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan berproduksi pertanian di negara satelit. Ciri pertanian subsisten pada negara terbelakang menjadi hilang dan diganti menjadi pertanian yang kapitalis.
Pendapat yang disampaikan Frank sangat kental dengan nuansa pemikiran Marx tentang kapitalisme dan eksploitasi. Frank memperkuat semua pendapatnya dengan menggunakan bukti-bukti empirik dan menggunakan metode historis struktural. Bukti empirik yang dikumpulkan Frank merupakan hasil penelitian sejarah perkembangan sosial dan ekonomi negara-negara Amerika Latin.

Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia memiliki aturan-aturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara pusat adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan tipe hubungan ekonomi pada negara periferi merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan oleh ekspansi kapitalisme oleh negara pusat. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme yang dapat menguasai sistem ekonomi dunia.

Keterbatasan sumber daya pada negara maju mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang dilakukan memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam pembangunan karena tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju. Negara maju identik menjadi negara pusat, sedangkan negara miskin menjadi satelitnya. Konsep ini lebih dikenal dengan istilah “pusat – periferi”.

Tesis yang diajukan oleh santos adalah pembagian ketergantungan menjadi tiga jenis yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang dialami oleh negara jajahan. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang paling awal dan hingga kini telah dihapuskan. Pada ketergantungan kolonial, negara dominan, yang bekerja sama dengan elit negara tergantung, memonopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja, serta ekspor barang galian dan hasil bumi dari negara jajahan.

Sementara itu, jenis ketergantungan industri keuangan yang lahir pada akhir abad 19, maka ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian. Ekspor bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah yang diperoleh kecil. Sumbangan pemikiran Santos terhadap teori dependensi sebenarnya berada pada bentuk ketergantungan teknologi industri.

Dampak dari ketergantungan ini terhadap dunia ketiga adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri.


d. Sumbangan Cardoso, Galtung, Frank dan Roxbourgh

Roxborough sebagai tokoh dependensi, menjelaskan bahwa pengaruh kapitalisme terhadap perubahan struktur sosial pedesaan akan lebih baik bila menggunakan analisa kelas. Eksistensi kapitalisme sangat terkait dengan peran kelas. Penjelasan Lenin tentang dua jalur penetrasi kapitalisme tersebut memberi hasil yang hampir sama, yaitu diferensiasi yang menjurus ke arah polarisasi pemilikan lahan dan ekonomi.

Struktur ketergantungan secara bertingkat mulai dari negara pusat sampai periferi disampaikan oleh Galtung. Imprealisme ditandai satu jalur kuat antara pusat di pusat dengan pusat di periferi (CC-CP). Ditambahkan Frank, bahwa daerah desa yang terbelakang akan menjadi penghalang untuk maju bagi negara bersangkutan. Struktur kapitalisme juga dapat dikaitkan dengan Cardoso tentang dependensi ekonomi. Ketergantungan ekonomi terjadi melalui perbedaan produk dan kebijakan hutang yang menyebabkan eksploitasi finansial.


e. Imperialisme dan Ketergantungan

Modernisasi yang disampaikan oleh negara dunia pertama tak ubahnya seperti imperialisme yang mereka lakukan pada waktu lampau. Menurut Roxborough, teori imprealisme memberikan perhatian utama pada ekspansi dan dominasi kekuatan imperealis. Imperealis yang ada pada abad 20 pertama-tama melakukan ekspansi cara produksi kapitalis ke dalam cara produksi kapitalis. Tujuan ekspansi tersebut ke negara ketiga pada mulanya hanyalah untuk meluaskan pasar produknya yang sudah jenuh dalam negeri sendiri, serta untuk pemenuhan bahan baku. Namun, pada pekembangan lebih jauh, ekspansi kapitalis ini adalah berupa cara-cara produksi, sampai pada struktur ekonomi, dan bahkan idelologi.

Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan Teori Post-Dependensi (Pasca Ketergantungan) Teori Pembangunan Yang lain ( Another Development Adam Smith and the Spontaneous Order of the Market Place; Karl Marx and the Teori Pembangunan Klasik memiliki tiga aliran, yaitu aliran-aliran Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. teori yang dikembangkan oleh Karl Marx (Marxian). Ketergantungan itu dasarnya pada pandangan karl marx (pasca ketergantungan) immanuel wallerstein.

mengkritik bahwa teori ketergantungan tidak bisa menjelaskan pembangunan di dunia ketiga, yang filsafat materialisme yang dikembangkan oleh Karl Max. Teori Ketergantungan membantah tesis Marx kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni ketergantungan pembangunan yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang melawan pembangunan. Teori ketergantungan sering Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Teori Pembangunan materialisme yang dikembangkan Karl Marx.

Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan Teori Pembangunan Klasik memiliki tiga aliran, yaitu aliran-aliran Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. teori yang dikembangkan oleh Karl Marx (Marxian). Ketergantungan itu empiris tentang pembangunan di negara-negara pinggiranjuga dari para pemikir Marxis (Paul Baran) maupun yang bukan (Raul Prebisch). Tokoh-Tokoh Teori Ketergantungan 1. Karl MarxTeori Pembangunan Klasik memiliki tiga aliran, yaitu aliran-aliran Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. teori yang dikembangkan oleh Karl Marx (Marxian). Ketergantungan itu dapat dikemukakan : :

a. Teori moderenisasi

Teori moderenisasi secara umum dapat diungkap sebagai cara pandang (Visi) yang menjadi modus utama analisanya diletakkan kepada faktor manusia dalam suatu masyarakat . Moderenisasi kemudian menjadi semacam komoditi di kalangan masyarakat, yang menempatkan faktor mentalitas menjadi penyebab perubahan
Menurut teori moderenisasi ukuran masyarakat moderen atau masyarakat yang berbudaya maju adalah pada nilai-nilai dan sikap hidup beserta Sistem ekonomi yang menghidupinya Menurut Selo Sumardjan masyarakat yang termoderenisasi menghadapai beberapa tahapan yaitu :

1. Moderenisasi tingkat alat
2. Moderenisasi tingkat lembaga
3. Moderenisasi tingkat Individu
4. Moderenisasi Tingkat Inovasi


b. Teori Depedensia

Teori ini muncul di Amerika latin, yang menjadi kekuatan reaktif dari suatu kegagalan teori moderenisasi dalam pembangunan yang sedang dijalankan, dalam konsp berfikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara internasional adalah yang menyebabkan keteberlakangan negara-nagera pertanian.

Kemudian muncul pertanyaan mengapa pembagian kerja internasional bila tiap-tiap negara mempunyai sepesialisasi produksi sesuai keuntungan komparatif yang dimilikinya, ternyata tidak menguntungkan semua negara ?

Teori moderenisasi menjawab masalah tersebut dengan kesalahan terletak pada negara-negara tersebut yang melakukan moderenisasi dirinya, disini teori depedensi yang berlandaskan sterukturalisme berpandapat bahwa kemiskinan yang terdapat dinegara dunia ketiga yang mengkhususkan pada produksi pertanian adalah akibat setruktur perekonomian dunia yang bersifat ekploitatif, dimana yang kuat melakukan ekploitasi terhadap yang lemah. Maka surplus dari negara-negara dunia ketiga berpindah ke negara-negara maju.

Yang cukup menarik adalah dalam perkembangannya, teori ketergantungan ini justru menolak teori maxsis klasik yang memuat asusmsi:

1. Negara Dunia ketiga adalah negara yang tidak dinamis, yang memakai cara berproduksi orang asia yang sangat berbeda dengan orang eropa yang mengahasikan modal kapitalisme.

2. Negara-negara duinia ketiga ini setelah berhubungan dengan sitem kapitalisme akan mengikuti jejak negara-negara kapitalis yang telah maju.
Di kalangan pemikir teori ketergantungan yang berkembang lebih lanjut, mereka membantah kedua tesis diatas dan mengembangkan inti pemikiran yang lebih maju yaitu:

1. Negara-Negara pinggiran (Dunia ke III) yang pra kapitalis sebenarnay memiliki dinamikanya sendiri apabila tidak berhubungan dengan sistem kapitalisme akan berkembang dengan sendirinya

2. Justru karena penagruh sistem kapitalisme negara maju, parkembangan negara pinggiran jadi terhambat.

Hal tersebut adalah beberapa contoh ditinggakatan makro analisis teori depedensi sedangakan di tingkatan mikro dapat kita lihat bagaimana hal tersebut dapat dibuktikan oleh terori depedensi dimana beberapa fenomena hubungan yang bersifat ekploitatif :

1. Bagaimana Kerdit yang diberikan kepada rakyat kecil terbentuk (Pedagang kecil dan petani) denga terkesan memberikan kebebasan kepeda mereka untuk berusaha secara alamiah di pasar bebas?. Bagaimana pula campur tangan pihak birokrasi pemerintah dan pihak perbank-kan memberi pengaruh yang tidak kecil ketika mengucurkan kredit kepada petani. Bagaimana bantuan mereka selalu melalui lingkaran aparat birokrasi pemerintahan sehingga terkesan sangat tidak sehat, karena aparat birokrasi ikut mengerogoti besar bantuan tadi dalam bentuk pembinaan yang tidak Fungsional.

2. Bagaimana aparat birokrasi pemerintah menciptakan ketergantungan pelayanan kepada pengusaha atau pemodal besar sehingga sehingga memberikan fasilatas kepada mereka dalam kerangka pengembangan usaha mereka di pasar bebas

3. Bagaimana Multy National Corporation (MNC) mengembangkan usaha di negara berkembang, dengan menciptakan ketergantunagan pelayanan pada pusat-pusat distribusi yang mereka ciptakan (misal dalam layanan purna jual dll)
Saatnya negara-negara berkembang berani mengatakan tidak kepada negara maju dengan sejumlah paket kerja ekonomi yang timpang, di indonesia sendiri kita bisa lihat banyak perusahaan Trans Nasional yang mengalai kekayaan alam di Indonesia tapi tidak ada dampak positif untuk masyarakat, yang paling mencolok adalah PT Freeport yang mengambil gunung emas, dengan meninggalkan lubang dalam sisa penggalian, tetapi masyarakat sekitar hanya bisa mengigit jari ketika gunung emasnya dibawa pergi, Negara Dunia Ketiga harus menentukan nasibnya sendiri untuk emngembalikan kejayaanya.



III. Teori Dependensi (Teori Ketergantungan)

a) Dasar Teori

Teori dependensi menolak premis dan asumsi-asumsi yang diajukan oleh teori modernisasi. Teori dependensi dilandasi oleh strukturalisme yang beranggapan bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat (Raul Prebisch: Negara Pusat) melakukan eksploitasi terhadap yang lemah (negara-negara Pinggiran). Maka, surplus dari negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih kenegara-negara industri maju (negara Pusat).

Teori struktural sendiri berpangkal pada filsafat materialisme Marx, namun sekaligus teori ketergantungan membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama disemua negara yang ada didunia ini. Prebisch yang pemikirannya dilanjutkan oleh Baran, berpendapat bahwa kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang menjadi morban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari negara-negara kapitalisme yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara-negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang sulit berkembang dan memiliki dinamika yang berlainan. Oleh karena itu, perlu dipelajari secara terpisah sebagai sesuatu yang unik, jika hanya menerapkan konsep-konsep dan teori-teori yang berlaku di negara-negara kapitalis pusat, tidak akan pernah diperoleh pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses kapitalisme pinggiran.


b. Ciri Pokok:

1. Yang menjadi hambatan dari pembangunan bukanlah ketiadaan modal, melainkan pembagian kerja internasional yang terjadi. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan keterbelakangan merupakan faktor eksternal;

2. Pembagian kerja internasional ini diuraikan menjadi hubungan antara dua kawasan, yakni pusat dan pinggiran. Terjadi pengalihan surplus dari negara pinggiran ke pusat.

3. Akibat pengalihan surplus ini, negara-negara pinggiran kehilangan sumber utamanya yang dibutuhkan untuk membangun negerinya. Surplus ini dipindahkan ke negara-negara pusat. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini adalah proses kapitalisme dunia. Dikawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, dikawasan lainnya keterbelakangan.

4. Sebagai terapinya, Teori ketergantungan menganjurkan pemutusan hubungan dengan kapitalisme dunia, dan mulai mengarahkan dirinya pada pembangunan yang mandiri. Untuk ini, dibutuhkan sebuah perubahan politik yang revolusioner, yang bisa melakukan perubahan politik yang radikal. Setelah faktor eksternal ini disingkirkan, diperkirakan pembangunan akan terjadi melalui proses alamiah yang memang ada di dalam masyarakat negara pinggiran.

Runtuhnya paradigma modernisasi diikuti dengan penyatuan ideologi yang berlawanan. Dalam skala yang lebih luas terdapat beberapa faktor, diantaranya:

1. Menyalahkan kemunduran Negara berkembang akibat imporealisme dari Negara barat/Negara maju.

2. Meyebarluaskan bahwa sosialisme lebih dari liberalism.

3.Mengargumentasikan bahwa budaya Negara berkembang harus dilindungi dari gangguan nilai-nilai barat, sehingga ada adagium bahwa hukum Negara adalah buruk dan hukum adat adalah baik.

Setelah sekitar 30 tahun kajian tentang hokum dan teori perkembangan, kita dapat mempelajari setidaknya terdapat delapan hal, yaitu :

1. Hukum modern sangat penting meskipun tidak untuk perkembangan ekonomi. System pasar dunia secara bertahap menyebabkan homogenisasi secara global bagi hokum perdagangan.

2. Munculnya aturan hokum sangat membantu walaupun tidak penting bagi perkembangan politik.

3. Melampaui hal yang minimal, hukum bukan merupakan sesuatu yang penting. Pusat dari semuanya adalah sejarah yang unik, budaya, ekonomi, politik dan campuran materialnya (populasi, sumber daya alam, dasar teknologi dan sebagainya).

4. Teori ketergantungan sebagian benar dan sebagian lagi salah, sedangkan teori modernisasi sebagian salah dan terlalu dini untuk menyatakan sebagian lagi benar., namun aturan hokum sesuai untuk keduanya. Teori ketergantungan mendiagnosis dengan benar bahwa kesulitan ekonomi Negara berkembang berhubungan secara langsung dengan legalisasi kolonialisme dan posisi yang tidak menguntungkan dalam sistem pasar dunia.

5. Negara berkembang akan mengambil keuntungan masyarakatnya akan meningkat kualitas kehidupannya.

6. Isi dari aturan minimum dalam hokum yang terbaik dapat dilakukan dengan melakukan upaya orientasi kepada pembangunan hokum, dengan struktur institusi hokum dan badannya berupa doktrin hokum.

7. Cara kerja dari teori perkembangan secara substansi merupakan refleksi dari kepentingan dan isu barat.

8. Teori hokum dan perkembangan merupakan sesuatu yang khusus sedamgkan studi tentang hokum dan perkembangan merupakan sesuatu yang umum.
Krisis dari teori perkembangan disebabkan kemunduran teori ketergantungan dan teori modernisasi, karena ketidakmampuan yang memadai dalam memperhitungkan realitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger