Selasa, 21 Juni 2011

MUTUAL LEGAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan semakin canggih dewasa ini khususnya baik di bidang transportasi, komunikasi, maupun informasi serta semakin meningkatnya arus globalisasi antara lain telah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan semakin canggih tersebut sangat besar pengaruhnya antara lain:

1.Di bidang transportasi, yaitu semakin tingginya mobilitas orang, dimana orang dengan mudah dan cepat dapat bepergian dari satu Negara ke negara lain.

2.Di bidang komunikasi dan informasi, telah memberikan berbagai kemudahan yang didapat oleh masyarakat, misalnya orang dapat melakukan perbuatan tertentu, tanpa harus berada di Negara tempat perbuatan tersebut dilakukan. Segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah, tanpa dibatasi waktu dan/atau tempat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang dapat merugikan orang perorangan, masyarakat, dan/atau negara. Tidak jarang orang-orang yang tidak bertanggung jawab melihat adanya peluang tersebut untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dan/atau kelompoknya, walaupun hal itu akan merugikan orang lain, masyarakat, dan negara.

Bahkan hal tersebut mengakibatkan sangat memungkinkan berkembangnya kejahatan transnasional terorganisir (Organized Transnational Crimes) yang modus operandinya semakin canggih, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana pencucian uang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh para pelaku tindak pidana yang bersifat transnasional, antara lain dalam upaya meloloskan diri dari tuntutan hukum atas tindak pidana yang telah dilakukan.

Tindakan tersebut jelas dapat mempersulit upaya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau bahkan untuk pelaksanaan putusan pengadilan. Tindak pidana yang bersifat transnasional bahkan mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu Negara dengan negara lain sehingga upaya penanggulangan dan pemberantasannya sulit dilakukan tanpa kerja sama dan harmonisasi kebijakan dengan negara lain.

Oleh karena itu untuk menanggulangi dan memberantasnya memerlukan hubungan baik dan kerja sama antarnegara, guna saling memberikan bantuan dalam rangka penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana yang bersifat transnasional berdasarkan hukum masing-masing negara. Bantuan tersebut, antara lain dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Untuk meletakkan landasan hukum yang kuat guna mengatur mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan undang-undang, sebagai pedoman bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan membuat perjanjian dengan negara asing.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Umum Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Pengertian mutual legal assistance terdapat dalam beberapa instrumen hukum, baik dalam instrumen hukum yang berlaku internasional maupun yang berlaku nasional.

Dalam Chapter VIII International Legal Cooperation - United Nations of Drugs and Crime (UNODC) Toolkit, Mutual Legal Assistance diartikan sebagai proses kerjasama internasional dimana negara-negara meminta dan menyediakan bantuan dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam penyelidikan dan pengadilan kasus pidana, dan dalam melacak, membekukan, menyita dan akhirnya menyita kekayaan yang berasal dari perbuatan pidana, kutipan dalam bahasa inggris “Mutual Legal Assistance is an international cooperation process by which states seek and provide assistance in gathering evidence for use in the investigation and prosecution of criminal cases, and in tracing, freezing, seizing, and ultimately confiscating criminally derived wealth”.

Sementara itu, di dalam UU No. 1 Tahun 2006 Pasal 3, Mutual Legal Assistance in criminal matters atau bantuan hukum timbal balik dalam dalam masalah pidana diartikan sebagai permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksanaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta”. Selanjutnya “A mutual legal assistance treaty is an agreement between two countries for the purpose of gathering and exchanging information in an effort to enforce public laws or criminal laws”

Dari pengertian-pengertian di atas dapat kita tarik definisi umum Mutual Legal Assistance in Criminal Matters sebagai upaya formal negara-negara dalam meminta dan menyediakan bantuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada di negara lain dalam membantu penyelidikan atau pengadilan di negara lain.


2.2 Prinsip-prinsip Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Mutual Legal Assistance merupakan salah satu bentuk kerjasama negara-negara yang dilaksanakan dalam upaya untuk mengembangkan bantuan teknis terhadap masalah pidana yang terjadi di suatu negara yang juga berdampak pada negara-negara lain. Dalam prakteknya, pelaksanaan Mutual Legal Assistance di antara negara-negara didasari pada beberapa prinsip penting, sebagai berikut:


1.Prinsip Kerjasama

Prinsip kerjasama atau kerjasama internasional dalam kasus-kasus khusus merujuk pada kerjasama hukum atau kerjasama peradilan. Prinsip kerjasama biasanya diatur oleh perjanjian atau instrumen hukum legal diantara beberapa negara, atau pengaturan khusus diantara dua buah negara. Kerjasama yang diatur dalam perjanjian berbeda-beda, terkadang hanya menetapkan hal-hal umum, namun juga berkemungkinan untuk mengatur masalah pidana khusus seperti narkotika, korupsi sesuai kesepakatan negara-negara.


2.Prinsip Reciprocity (timbal balik) atas dasar hubungan baik

Pada umumnya prinsip bantuan timbal balik dalam masalah pidana didasarkan pada hukum acara pidana, perjanjian yang dibuat antar negara, konvensi serta kebiasaan internasional. Namun, kesepakatan serta kerjasama negara-negara dalam memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana tidak selalu dituang dalam sebuah perjanjian formal, hubungan baik antara negara-negara sering kali dijadikan dasar diberikannnya bantuan timbal balik, walaupun sebelumnya belum ada perjanjian yang mengatur hal tersebut.


2.3 Instrumen Hukum Mutual Legal Assistance

Beberapa instrumen hukum terkait dengan bantuan timbal balik yang akan dielaborasi lebih lanjut adalah sebagai berikut :

1.UN Convention Against Transnational Organized crime (TOC)
2.UN Convention Against Corruption 2003
3.Disebutkan pada article 46

States Parties shall afford one another the widest measure of mutual legal assistance in investigations, prosecutions and judicial proceedings in
relation to the offences covered by this Convention.

Mutual legal assistance shall be afforded to the fullest extent possible
under relevant laws, treaties, agreements and arrangements of the r
requested State Party with respect to investigations, prosecutions and
judicial proceedings in relation to the offences for which a legal person maybe held liable in accordance with article 26 of this Convention in the requesting State Party.

4.Treaty on Mutual Legal Assistance
5.International Convention for The Suppression of The Financing of The Terrorism
6.Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Diatur dalam Pasal 3 yang berbunyi :

Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang selanjutnya disebut Bantuan, merupakan permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketent uan peraturan perundang-undangan Negara Diminta.

Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. mengidentifikasi dan mencari orang;
b. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;
c. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;
d. mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan
atau membantu penyidikan;
e. menyampaikan surat;
f. melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan;
g. perampasan hasil tindak pidana;
h. memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan
dengan tindak pidana;
i. melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat
dilepaskan atau disita, atau yang mungkin diperlukan untuk
memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan
tindak pidana;
j. mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang mungkin
diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan,
sehubungan dengan tindak pidana; dan/atau
k. bantuan lain yang sesuai dengan Undang-Undang ini

Selanjutnya, ketentuan yang mengatur baik permintaan dari Pemerintah Republik Indonesia maupun permintaan kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal bantuan timbal balik dalam masalah pidana diatur dalam pasal 9 hingga pasal 53.

2.4 Aspek-aspek dan Mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal
Matters

Aspek Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Di dalam melaksanakan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, terdapat aspek-aspek penting yang mendasari dilakukan kerjasama negara-negara, yakni :

a. sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum

b. sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antar negara yang menekankan pada prinsip kerjasama.

c. hubungan antara kewenangan penegak hukum yang lebih sistematik dan upaya untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan luar biasa (extraordinary crime)

d. sistem bantuan timbal balik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan good governance.



Mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Penerapan bantuan timbal balik dalam masalah pidana melibatkan Negara Peminta dan Negara Diminta, dimana kerjasama yang dilakukan akan sangat mendukung dan mempermudah dilaksanakannya proses peradilan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu masalah pidana yang muncul.

Dalam menetapkan mekanisme pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, maka dibentuklah perjanjian baik bilateral, multilateral maupun regional negara-negara yang akan merumuskan mekanisme bantuan timbal balik serta penetapan pihak berwenang yang memiliki otoritas terkait dengan pengajuan permintaan persyaratan permintaan, bantuan untuk mengidentifikasi orang, bantuan untuk mendapatkan barang bukti dan bantuan untuk mengupayakan kehadiran orang.

Secara umum, biasanya mekanisme hubunga timbal balik akan dilakukan oleh suatu Central Authority atau Pejabat Pemegang Otoritas yang akan berperan sebagai koordinator dalam pengajuan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana maupun penanganan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari negara asing. Secara singkat, mekanisme permintaan dan pemberian bantuan timbal balik adalah sebagai berikut :

1.Pengajuan bantuan timbal balik secara tertulis, diserahkan Negara Peminta kepada Negara Diminta. Walaupun permintaan bantuan dapat dilakukan secara lisan, namun permintaan harus dikonfirmasi secara tertulis dalam lima hari. Informasi yang diberikan antara lain harus mencakup nama peminta bantuan, tujuan permintaan, penjelasan masalah pidana, penjelasan mengenai bukti dan informasi bantuan yang diminta, identitas, lokasi dan kewarganegaraan orang yang sedang dicari, identitas, lokasi dan kewarganegaraan orang yang dapat memberikan bantuan dan informasi pendukung lainnya.

2.Pejabat Pemegang Otoritas Negara Diminta akan memproses permintaan bantuan dengan segera.

3.Negara Diminta selanjutnya akan menyerahkan bukti atau informasi terkait yang diminta oleh Negara Peminta terkait dengan masalah pidana yang diajukan.

Dikaitkan dengan mekanisme yang diterapkan di Indonesia, Pejabat Pemegang Otoritas dalam memberikan bantuan dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan biasanya dibantu oleh :

a. Kepolisian Negara RI
b. Menteri yang bertanggung jawab dalam Hukum dan HAM
c. Jaksa Agung yakni Pemimpin dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan.
Badan-badan tersebut merupakan fasilitator dalam pengajuan maupun pemberian bantuan timbal balik dimana menteri akan bertindak melalui jalur diplomatik.



2.5 Jenis-jenis Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Mutual Legal Assistance in Criminal Matters dapat dilakukan oleh negara-negara melalui berbagai macam jenis kerjasama, termsuk di dalamnya bilateral, maupun multilateral. Saat ini, Indonesia masih mengupayakan diselenggarakannya kerjasama bantuan timbal balik dengan beberapa negara seperti India, Swiss, Amerika Serikat dan lainnya, namun bila dikaitkan dengan kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia sendiri, hingga saat ini Indonesia telah melakukan kerjasama bantuan timbal balik baik secara bilateral dan multilateral.



Bantuan Timbal Balik Bilateral

1.Australia

Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Australia ditandatangani tahun 1995 kemudian disahkan melalui Undang-Undang No 1 Tahun 1999 tentang pengesahan Treaty between the Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters (perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana).


2.Republik Rakyat Cina

Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and the People’s Republic of China on Mutual Legal in Criminal Matters) ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2000, dan disahkan dengan Undang-Undang No 8 Tahun 2006.

3.Korea Selatan

Perjanjian antara Indonesia dan Korea Selatan ditandatangani tahun 2004, sebagaimana disahkan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Treaty on Extradition between the Republic of Indonesia and the Republic of Korea).

4.Hong Kong

Perjanjian antara Indonesia dan Hong Kong yang ditandatangani oleh Jaksa Agung RI pada tanggal 3 April tahun 2008 lalu dan saat ini dalam proses ratifikasi.


Bantuan Timbal Balik Multilateral

1. ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty
Perjanjian antara Republik Indonesia dan negara-negara ASEAN mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana, (Treaty on Mutual Legal Assistance Between ASEAN Countries) yang telah ditandatangani pada tanggal 29 November 2004 dan telah disahkan dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana).

2. Konvensi PBB Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption / UNCAC) tahun 2003, sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.

3. Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi (United Nations Convention Against Transnational Organized Crime/UNTOC) tahun 2000, sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009.


2.6 Kategori Pidana yang Termasuk Dalam Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

a. Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

b. Perdagangan manusia
c. Penyelundupan imigran
d. Pencucian uang

Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana. Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal.

e. Kejahatan terorganisir
f. Pembajakan (Piracy)

Perompakan adalah setiap tindakan kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan, yang dilakukan untuk kepentingan pribadi, oleh awak kapal atau penumpang sebuah kapal atau pesawat udara swasta.

g. Terorisme

Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak. Korban tindakan Terorisme seringkali adalah orang yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan.

h. Perdagangan obat dan narkotika



2.7 Bentuk-bentuk Bantuan Hukum Dalam Penerapan Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Secara umum, terdapat beberapa bentuk bantuan hukum yang diberikan antara Negara Peminta dan Negara Diminta dalam konsep bantuan timbal balik, yakni dalam penyediaan bantuan dalam hal :

- Bantuan untuk mencari atau mengidentifikasi orang
- Bantuan untuk mendapatkan pernyataan, dokumen, alat bukti lainnya
- Bantuan untuk mengupayakan kehadiran orang di Negara Peminta
- Bantuan untuk permintaan dikeluarkannya surat perintah di negara asing dalam mendapatkan alat bukti
- Bantuan untuk penggeledahan dan penyitaan barang, benda, atau harta kekayaan
- Bantuan untuk penyampaian surat
- Bantuan untuk menindaklanjuti putusan pengadilan Negara Peminta.



2.8 Hubungan Mutual Legal Assistance in Criminal Matters dan Yurisdiksi

Selain bantuan timbal balik dalam masalah pidana, terdapat dua jenis kerjasama internasional lain yang terkait dengan masalah pidana, yakni ekstradisi dan pemindahan narapidana antar negara (transferred of sentenced person). Bentuk-bentuk kerjasama ini berdiri sendiri-sendiri, sehinggga walaupun dua negara telah memiliki perjanjian mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana, kedua negara tetap harus membuat kesepakatan tersendiri apabila ingin melakukan ekstradisi atau pemindahan narapidana antara negara. Di dalam pasal 4 UU No 1 Tahun 2006 ditegaskan bahwa UU ini tidak memberikan wewenang untuk mengadakan esktradisi, dan Indonesia sendiri mengatur esktradisi dalam UU No 1 Tahun 1979.

Apabila dikaitkan dengan yurisdiksi, bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang dilakukan oleh negara-negara merupakan salah satu alternatif yang efektif guna memfasilitasi penyidikan, penuntutan dan persidangan masalah pidana yang barang bukti atau bahkan tersangkanya sudah berada di luar yurisdiksi Negara Peminta. Negara Peminta tidak dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap seseorang atau sesuatu di luar teritorialnya, untuk itu kerjasama antar Negara Peminta dan Negara Diminta diharapkan mampu menjembatani proses penegakan hukum melalui bantuan timbal balik antar negara yang difasilitasi oleh Central Authority.



BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

Mutual Legal Assistance merupakan salah satu bentuk kerjasama internasional yang sifatnya bilateral, dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional terorganisasi. Di samping itu, Mutual Legal Assistance, secara relatif dapat dipakai guna mengatasi kendala-kendala hukum dan diplomatik yang sering kali muncul bersamaan dengan dilakukannya pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional terorganisasi.

1 komentar:

Powered By Blogger